Monthly Archives: March 2012

Cerpen– Feelings–

–Feeling..–

“Mana bukuku Gi??!” pekik Finna ketika ia tahu Egi menyembunyikan buku tugasnya.
Egi hanya pura-pura tidak mendengar dan tersenyum-senyum sendiri di sudut kelas. Melihat itu, Finna menghampirinya dengan wajah sebal sambil berkacak pinggang.
“Jangan bercanda, mana bukuku?!”
“Mana ku tahu.” Kata lelaki itu acuh sambil mengangkat bahu. Ada senyuman di sudut bibirnya.
“Egii..!!”
Egi tertawa terbahak.
“Kau lucu sekali saat kesal seperti itu.” Gumam Egi berniat untuk mengolok-oloknya.
“Menyebalkan…….!!” Erang Finna seraya mencubit pipi Egi keras. Sementara Egi hanya meringis kesakitan dan membalas cubitannya.
Setelah perang cubit itu, Finna mengusap-usap kedua pipinya yang merah sambil mendengus pada Egi. Egi tersenyum jahil pada Finna, mempunyai ide jahil lagi sepertinya.
“Apa?” kata Finna menantang.
Tidak tahan dengan ide jahilnya, Egi langsung menggelitik pinggang Finna diiringi suara tawa Finna yang jernih.
“Kau..!” kata Finna geram kepada Egi.
Tanpa banyak berpikir lagi Egi langsung berlari ke luar kelas, diikuti pekikan Finna yang ikut mengejarnya. Tanpa mereka sadari, seseorang yang sedang duduk di bangku tersenyum melihat keduanya. Ya, seseorang. Faris, si pendiam yang tidak pernah bergumam sedikit pun.
***
Seseorang itu terus memandangnya. Entah kenapa. Finna sempat menganggap lelaki itu menyeramkan. Faris adalah orang terdingin sedunia. Bahkan, pada guru pun ia tidak pernah bertanya atau apa. Jangankan mengobrol, bilang “Permisi..” pun tidak pernah. Sepertinya, orang itu hidup dalam berjuta kebisuan.
Akhir-akhir ini lelaki itu sering menatap Finna. Setiap pelajaran berlangsung atau pun saat bertemu di perpustakaan. Walaupun sebelumnya Finna merasa takut padanya, tetapi Finna merasa ada suatu makna di balik tatapan Faris. Ia seperti berbicara sesuatu dari matanya. Bagai ia mengatakan “Aku ingin berkenalan denganmu..”. Konyol?
Memang.
Suatu hari saat ulang tahun Finna. Ia melihat secarik amplop di kolong mejanya. Itu adalah surat. Di dalamnya hanya ada satu kalimat, “Selamat Ulang Tahun Finna..” . Dan kau tahu siapa nama pengirimnya? Ya, benar. Faris. Finna heran sekali dengan surat itu, tak habis pikir ia hanya membiarkan surat itu.
Saat sepulang sekolah Finna menyempatkan pergi ke perpustakaan, sekaligus mengembalikan buku yang ia pinjam kemarin. Ia melihat Faris di sana. Faris pun ikut menatapnya, lalu menghampiri Finna. Mereka berdiri berhadapan, tak ada satu pun yang bicara.
Tiba-tiba, Faris mengaduk-aduk saku celananya lalu mengeluarkan sesuatu. Itu adalah sebuah gantungan. Benda itu di gantungkan pada tangan Faris tepat di mata Finna. Finna sangat melihat jelas detail bentuk benda itu. Itu adalah botol mini yang berisi pasir berwarna-warni. Ada rangkaian huruf antara pasir-pasir itu. Perlahan Finna membaca satu persatu. F..I..N..N..A.
Faris menarik salah satu tangan Finna, lalu menaruh benda itu di telapak tangannya. Faris memandang Finna sejenak, seakan berkata “Gantungan ini untukmu..”. Lalu meninggalkan Finna begitu saja tanpa ekspresi apa pun. Finna sekarang mengerti satu hal.
Faris, memang ingin berkenalan dengannya..
***
Hai..
Kau suka gantungannya?
Esoknya, Finna menemukan sepucuk surat lagi di bawah mejanya. Ia tersenyum-senyum sendiri. “Pasti Faris..” bisik ia pada dirinya sendiri. Tiba-tiba Egi menghampirinya.
“Sedang apa sih? Kok tersenyum-senyum sendiri..”
Finna tersenyum, sambil menggeleng.
“Senyummu itu bodoh..” seloroh Egi karena sebal terhadap Finna.
“Sialan.” Finna mendengus.
Terdengar langkah kaki memasuki kelas. Faris yang datang. Finna memandangnya sampai Faris duduk di bangkunya. Tanpa di sangka, Faris menoleh pada Finna. Lelaki itu tersenyum padanya. Kontan, Finna terperanjat dan matanya membelalak. Tetapi pada akhirnya ia membalas senyuman Faris. Sementara, Egi tersenyum misterius melihat adegan yang barusan ia lihat. Ia sekarang tahu. Kedua orang itu sedang jatuh cinta..
***
Finna menggaruk-garuk kepalanya ketika soal ulangan Matematika sudah ada di hadapannya. Rumus persamaan yang tadi sudah ia hapal menguap begitu saja. Finna hanya bisa bertopang dagu dan menggigit ujung pensilnya.
Lelaki di sebrang bangkunya itu berdeham. Faris. Ia menuliskan sesuatu di secarik ketas kecil dan memberikannya ke Finna diam-diam. Finna menatap kertas itu.
“Rumus?” tanyanya dalam hati.
Faris memandang Finna seakan berkata “Gunakan rumus itu..”. Finna segera mengerjakan soal ulangannya. Setelah satu jam usai, ia mengumpulkan kertas ulangannya bersamaan dengan Faris. Di depan meja guru Finna menyunggingkan senyum pada Faris. Faris menafsirkan senyuman itu sebagai kata “Terimakasih..”
Dan mulai saat itu mereka sadar, mereka mempunyai feeling yang sama. Hanya dengan senyuman, ekpresi wajah, bahasa tubuh, bahkan pandangan mata mereka mengerti satu sama lain. Satu hal yang belum mereka lakukan adalah berbincang. Satu kata pun tidak pernah terlontar dari keduanya. Apalagi Faris.
Sampai salah satu dari mereka bertanya-tanya, apakah akan tetap begini??
***
“Pagi..” sapa Finna pada Faris yang baru datang di ambang pintu kelas.
Faris menghiraukannya dan berjalan melewati Finna dingin. Sementara dahi Finna mengerut. Lho??
“Faris.” Sahut Finna.
Faris mengangkat kepala, memandang Finna. Seakan berkata “Apa?”. Lalu Finna melangkah menghampiri Faris yang sedang duduk.
“Bisa kita bicara sebentar?”
Faris memalingkan wajah, lalu menggeleng.
“Aku mohon. Sebentar saja..”
Faris menggeleng lagi.
“Faris, aku perlu bicara denganmu.” Paksa Finna keras. Faris menghembuskan napas keras. Lalu menuliskan sesuatu di atas kertas.
Tidak Bisa
Finna menggernyit. “Faris.. Aku mohon!” Faris menggelengkan kepalanya lagi. “Faris, please..”. Ia menggelengkan kepala lagi. “Faris..!”
BRAK!
Faris menggebrakan meja dengan keras, dengan wajah marah. Sementara Finna menggeleng-geleng tidak percaya, lalu berlari keluar kelas seiring air matanya pun menetes demi tetes.
Melihat itu Faris mengejarnya, dan dengan seketika ia meraih tangan gadis itu. Gadis itu menoleh, dan mereka berdua pun berpandangan. Faris melihat air mata mengalir di wajah itu. Ia mengusap pipi Finna lembut seraya tersenyum sendu, lalu memandangnya. Finna mengartikan itu seakan Faris berkata “Jangan menangis..”, Finna pun berusaha menghentikan isaknya dan membalas senyum Faris.
Faris menyodorkan secarik kertas pada Finna. Finna membacanya.
Maafkan aku Finna..
Tetapi kau perlu tahu,
Aku menyayangimu..
“Tetapi.. Kenapa kau tidak mau bergumam sedikit pun padaku?”
Faris menuntun tangan Finna untuk membalikan kertas yang di pegangnya. Terdapat suatu tulisan di sana.
AKU BISU
Finna memandang Faris yang tersenyum masam padanya. Terkejut. Menyadari bahwa Faris adalah tunawicara, Finna tidak merasa benci atau apa. Sebaliknya, ia memeluk Faris erat, Faris pun membalas pelukannya. Mereka berpandangan satu sama lain. Sambil tersenyum, Faris menyapu poni rambut Finna lembut dengan tangannya. Finna mengartikan, Faris seakan berkata “Aku menyayangimu Finna..”. Lalu Finna menggenggam tangan Faris, seakan berkata “Aku juga..”