“Thal!” seseorang memanggilnya dari belakang.
Lalu Thal menoleh. Ternyata Aizawa Kozato, teman dekat lelakinya selama di Ring Queen High. Yang biasanya ia sebut Ai-san.
“Hey,” sapa Thal saat Ai-san sudah di hadapannya. Aizawa juga menjawab sapaannya.
“Kau bawa PR Geometri?” Tanya Ai-san.
Thal menepuk dahinya. Ia baru ingat buku PR Geometri-nya tertinggal sewaktu ia diculik ke Stralight Start dua hari yang lalu.
“Maaf, buku PR-ku tertinggal di rumah teman.” Jawab Thal dengan mengucapkan “rumah teman”yang sebenarnya apartemen Cal.
Wajah Ai mengekspresikan kekecewaan. Tapi setelah itu matanya berbinar-binar.
“Bisakah kau antar aku ke Video Jet?”
“Siang ini?” Tanya Thal sambil mengangkat alis.
Ai mengangguk.
Thal tersenyum masam. Mengingat siang nanti ia harus kembali lagi ke Starlight Start untuk mengambil tasnya.
“Aku benar-benar minta maaf, aku ada keperluan siang ini.” Gumam Thal kecewa.
Ai mendesah keras.
“Aku tidak tahu kau sesibuk itu.” Kata Ai dengan raut wajah kecewa.
Thal menggeleng.
“Hanya kebetulan saja, akhir-akhir ini aku memang banyak urusan.” Gumam Thal dengan menekankan nada bicaranya pada kata “urusan”.
£££
Setelah Thal turun dari taksi, Thal segera masuk ke pelataran depan Starlight Start. Banyak orang penting yang berlalu lalang. Tak sedikit dari mereka yang melirik Thal. Yeah, memang sangat berbeda. Thal hanya memakai kaus starbuck dan rompi hitam, dengan skinny jeans. Sementara mereka, mengenakan yang..kau tahu, branded dan harga bagus itu.
Thal masuk ke dalam gedung apartemen. Tetapi ia dicegat oleh security di sana. Kata security itu, Thal terlihat asing sehingga ia tidak boleh sembarangan masuk. Ia pun dibawa di meja resepsionis.
“Maaf, Nona.” Kata wanita di belakang meja itu.
“Apabila ingin bertemu seseorang di sini, Nona harus memiliki janji terlebih dahulu.” Lanjut wanita itu dengan gaya resmi dan berwibawa.
“Saya hanya ingin ke apartemen Calight, tas saya tertinggal kemarin lusa.” Jawab Thal dengan gaya yang sama juga.
Wanita itu tertawa.
“Calight Harrington maksud anda?” tanyanya dengan nada meremehkan.
Thal hanya bisa mengangguk.
“Dia adalah artis yang sibuk, kau tahu?” tanyanya lagi dengan gaya sombongnya yang setinggi langit.
“Saya tahu.” Jawab Thal dengan nada menantang.
“Dan saya pikir, beliau tidak mungkin mengenal anda yang…” Wanita itu mengatakannya sambil memandang Thal dari atas ke bawah.
“..yang biasa-biasa saja.” Lanjutnya dengan puas.
Thal mengerutkan dahi, sambil mencuri pandangan ke name tag yang tertera di pakaian wanita itu. Heena Bregas. Thal pikir, itu bukan Heena, melainkan Heyna.
“Hubungi saja dia, dan katakan bahwa Thaliza Greilynn mencarinya.” Sahut Thal seraya bersedekap.
“Aku tahu, kau adalah penggemar fanatiknya yang sangat ingin bertemu dengan Calight.” Sahut Ms. Heyna itu.
Thal mendengus. Yang benar saja?!
“Terserah apa yang anda katakan. Saya hanya ingin mengambil tas saya yang tertinggal.” Jawab Thal setenang mungkin.
Saat wanita itu hendak membuka mulut, mulutnya terkatup lagi. Dan matanya beralih dari Thal ke belakang bahu Thal. Melihat itu, Thal segera menoleh untuk melihat apa yang ada di belakangnya.
“Cal?” kata Thal lebih pada diri sendiri.
“Hey, Liza.” Balas Cal sambil melambaikan tangan. Lalu melangkah mendekati Thal.
Sejak kapan dia memanggilku Liza? Thal membatin.
“Aku baru saja mau pergi ke Ring Queen.” Lanjut Cal sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana.
“Benarkah?”
“Ya, tas-mu tertinggal kan?” Tanya Cal memastikan. Lalu menyodorkan tas milik Thal yang tertinggal.
Thal mengangguk. Mengambil tas itu. Lalu membalikan tubuhnya ke meja resepsionis.
“Terimakasih atas bantuannya Ms.Hey..−Ms. Heena maksudku, dan kau pasti sudah tahu bahwa saya adalah bukan fans fanatik yang anda maksud. Terimakasih.” Sahut Thal puas pada Ms.Heyna itu.
Wanita itu hanya bisa menundukan kepalanya dan memandang kebawah. Dan menggumamkan kata maaf.
Thal mengatakan pada Cal bahwa memang tasnya yang tertinggal. Lalu mereka menuju apartemen nomor 1010 yang ada di lantai tujuh belas itu.
“Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan tadi pada Ms. Heena.” Gumam Cal saat mereka sudah sampai di apartemennya.
Thal mengempaskan dirinya ke sofa. Sementara Cal mengambil dua kaleng soda di kulkasnya.
“Dia mengiraku fans fanatikmu.” Kata Thal, lalu mengembuskan napas.
Cal yang sedang meminum soda tiba-tiba tersedak.
“Really?! ” tanya Cal dengan raut wajah yang sangat kaget.
Cal menyodorkan kaleng satunya lagi pada Thal, lalu Thal mengambilnya.
“Yeah, aku juga tak habis pikir.” Sahut Thal lemah.
Cal duduk di samping Thal.
“Aku hanya ingin mengambil tasku yang ketinggalan, itu saja. Aku juga tak ingin mengganggu kesibukanmu, tapi kenapa aku dituduh seperti itu? Bahkan aku tidak tahu dirimu sebenarnya.” Gerutu Thal panjang lebar.
Cal hanya memandang Thal sambil tersenyum misterius.
“Kenapa kau memandangku seperti itu?” tanya Thal sebal.
Cal tertawa ringan. Lalu mengusap-usap rambut Thal ringan.
“Kau lucu saat menggerutu tadi.”
Thal mengangkat alis.
“Sepertinya penyakit gilamu kambuh.” Sahut Thal sambil memandang khawatir pada Cal.
“Aku memang gila.” Canda Cal sambil mengangkat bahu.
Thal meneguk sodanya.
“You are.” Katanya sambil tertawa ringan.
“Hei, aku sedang senggang. Mau menemani aku siang ini?” ajak Cal sambil berdiri.
Thal melirik jam tangan digitalnya. 03.13 pm.
“Ke mana?” tanya Thal, lalu kembali meneguk sodanya.
“Kemana saja, keliling kota London.” Jawab Cal sambil melangkah ke jendela lalu menyibakan tirainya.
“Boleh saja, dengan satu syarat.” Gumam Thal sambil mengangkat jari telunjuknya.
Cal segera menoleh pada Thal. Menggernyitkan dahi, dan berkata “Syarat?”.
£££
“Ya Tuhan..Apa aku harus berpakaian seperti ini?” tanya Cal sambil menggelengkan kepala, lalu masuk ke dalam mobil. Dan duduk di kursi kemudi.
Thal tersenyum memandang penampilan yang ia “sihir” hari ini. Memakai kemeja bermotif kotak-kotak, celana kain yang longgar, dan sepatu yang bermodel pada abad dua puluhan. Seperti Peter Parker di film Spiderman. Lalu perhatiannya beralih pada wajah Cal. Thal tak menyangka bahwa Cal memakai kacamata atas idenya. Kacamata yang sangat bulat dan besar, ditambah lagi warna lensanya yang agak buram. Semua itu menyihir Cal menjadi seorang Nerd, yang berlawanan dengan gaya cool-nya Calight Harrington.
“Hey, penyamaran ini cukup bagus daripada yang waku itu.” Gumam Thal setelah duduk di kursi penumpang.
Cal memasang sabuk pengaman. Lalu menyalakan mesin. Ia hanya bisa menggeleng-geleng.
“Kemana?” tanya Cal sambil menoleh pada Thal.
“Bagaimana kalau ke Green Park?”
“Baiklah, lets go.”
Cal segera menancapkan gas. Dan keluar dari Starlight Start. Sementara Thal menyalakan tape mobil. Lalu memasukan CD Hip-hop yang ada di dasbor mobil.
Setelah beberapa lama kemudian. Mereka sampai di Green Park hanya butuh waktu setengah jam untuk kesana. Cal memutar kemudi untuk memarkir mobil. Setelah itu, mereka keluar dari mobil dan berjalan di sekitar taman.
“Apakah kau yakin aku tak akan dikenali?” tanya Cal tiba-tiba.
Thal tertawa.
“Of course! Kau sangat berbeda hari ini.” Katanya.
Cal hanya mendengus, mendengar kata “berbeda” yang ditekankan.
Mereka berjalan dipinggir kolam kecil. Cal bisa melihat pantulan dirinya di permukaan kolam. Dia memang berbeda hari ini. Untuk pertama kalinya ia dikerjai oleh gadis yang baru dikenalnya beberapa hari ini.
Cal melihat gadis disampingnya itu menoleh pada dirinya di pantulan air kolam. Lalu mata mereka bertemu di “cermin” itu. Dan Cal melihat gadis di sampingnya itu tersenyum padanya. Di tengah gelombang-gelombang air yang kecil, Cal bisa melihat itu. Semuanya seperti gerakan slow-motion. Lambat, sampai Cal menyadari bahwa senyum itu senyum yang terindah selain senyum milik ibunya. Ia terbuai. Ada lesung pipit di sana, sampai Cal ingin menyentuh bayangan itu, dan…
BYUURR!!!!
“YA AMPUN!! APA YANG KAU LAKUKAN?!” pekik Thal keras.
That’s right. Cal tercebur ke kolam yang berisi ikan-ikan itu. Kolam itu memang tidak dalam. Hanya selutut orang dewasa. Tapi seluruh badan Cal masuk ke dalam air, membuat seluruh badan Cal basah kuyup.
“Kau benar-benar gila!” umpat Thal menggeleng-gelengkan kepala. Lalu mengulurkan tangan pada Cal.
Cal meraih tangan Thal, lalu berdiri. Ia membuka kacamatanya, lalu menyibakan rambutnya ke belakang. Lalu Thal menuntun Cal ke bangku taman di dekat sana. Mereka duduk berdampingan.
“Maaf,” kata Cal sedikit menggigil.
Thal menggernyit.
“Tidak ada yang perlu di maafkan, tapi ada yang perlu diherankan.” Gumam Thal seraya mengambil saputangan yang ada di saku celananya, lalu menyodorkannya pada Cal.
Cal memandang sesaat saputangan itu. Lalu ia ambil, dan mengusapnya ke wajah yang basah.
“Aku tahu,” Gumam Cal pelan.
“aku hanya kehilangan konsentrasiku saja.” Elak Cal sambil memakai kacamata super besar itu.
“Kau benar-benar terlihat seperti orang bodoh.” Gumam Thal tiada habis-habisnya.
Orang-orang berlalu-lalang melewati mereka. Kebanyakan pasangan anak High seumuran Thal. Mereka menertawakan Cal yang basah kuyup dan kotor, dan mungkin melihat saat tragedi tercebur tadi.
“Kenapa setiap bersamamu aku selalu mendapat masalah?” lanjut Thal lagi.
Sedikit kesal akibat pasangan tadi. Yah, walaupun bukan sedang menertawakannya tapi tetap saja ia malu karena orang yang sedang bersamanya tercebur sangat memalukan. Bayangkan saja kalau mereka tahu bahwa yang tercebur itu adalah Calight. Calight Harrington, bayangkan?! Mungkin mereka sudah mengerumuninya dan berlomba memberikan handuk kering padanya.
“Kau harus ganti baju.” Gumam Thal sambil memandang pada Cal.
£££
“Kenapa ke sini?” tanya Thal ketika mereka sudah berada di padang ilalang di daerah terpencil kota London.
Cal turun dari mobil, lalu diikuti Thal dibelakangnya.
“Untuk mengeringkan baju.” Jawab Cal santai sambil menyapu ilang-ilalang dengan telapak tangan.
Thal mengerutkan alis. Berjemur maksudnya?
“Pemandangan disini indah, kau tahu?” lanjut Cal berhenti dari langkahnya dan memutar kepalanya melihat sekeliling. Lalu melepaskan kacamata.
Thal ikut menghentikan langkahnya. Mata Thal menjelajah. Itu memang benar. Walaupun hanya ada rumput dan ilalang, suasananya begitu damai dari hiruk-pikuk lalu lintas London. Thal merasa ia berada di daerah lain, dan bukan di kota London.
Thal memejamkan mata sejenak. Lalu menghirup udara yang ada disana. Rambutnya yang sebahu itu perlahan dimainkan angin. Wajahnya dengan santai menyambut angin yang tenang. Indah dan..damai.
“Ini adalah Surga.” Gumam Cal seraya menghempaskan dirinya ke rumput. Kedua tangannya melipat menyilang dibawah kepalanya.
Thal tersenyum melihat Cal. Wajah Cal polos, seperti anak kecil. Cal terlihat seperti orang yang menemukan hal yang dicari-cari selama ini. Entahlah, yang pasti itu menurut sudut pandang Thal.
Cal mendongak pada Thal yang masih berdiri.
“Aku tak tahu bagaimana tempat ini bisa memberikan rasa tenang.” Katanya.
Thal tertawa ringan. Ia sudah tahu jawabannya.
“The Breeze.” Ucap Thal dramatis.
Cal terlihat seperti berpikir. Tak lama kemudian ia tersenyum. Lalu ia memejamkan mata, menarik napas dan menghembuskannya.
“Kau benar.” Sahut Cal seraya tersenyum.
Thal kemudian duduk bersila. Lalu memandang Cal sambil tersenyum. Cal menoleh pada Thal. Memandang senyumannya, dan lesung pipit itu. Indah..
“Apa?” tiba-tiba Thal menyahut.
“Kenapa kau memandangku sambil berkata..Apa tadi?.. Indah?”
Cal tersentak. Ia tak menyangka bahwa kata itu ternyata terucap. Ia terlihat salah tingkah.
“I-Iya, indah. Mm..pemandangan disini maksudku. Ilalang, rumput, angin dan..langit.” gumam Cal sebisanya untuk mengatasi salah tingkahnya.
Thal hanya mengangguk-angguk. Lalu menyadari ada hal yang di lupakannya. Langit.
“Yeah, langit. Aku hampir melupakan itu.” Sahut Thal sambil membaringkan badan di samping Cal. Memandang langit.
Mereka mulai membicarakan hal tentang langit. Menebak bentuk awan yang ada disana. Basi sekali bukan? “Itu bentuk ubur-ubur!” pekik Thal, sementara Cal “Bukan. Itu Cendawan!”. Tak jarang mereka tertawa bersama ketika tebakan mereka salah.
Terkadang mereka saling ejek atas kebodohan-kebodohan yang mereka lakukan. Mereka membahas tentang pertemuan mereka beberapa hari yang lalu. Cal menjelaskan bahwa ia sedang menyamar tapi penyamarannya itu terlihat bodoh, karena sama sekali tak terlihat seperti sebuah penyamaran. Lalu ia mengalihkan perhatian dan mengaku-ngaku sebagai kakak Thal. Thal yang mendapat sial karena Cal, foodcourt penuh, baju kotor dan banyak lagi.
Hari semakin sore dan mereka terdiam karena sudah banyak bicara.
“Jingga..” kata Thal setengah berbisik, masih mendongak menatap langit. Ia tersenyum.
Gadis itu tersenyum lagi, batin Cal. Ia membatu lagi. Ia terpaku pada senyuman gadis yang berada disampingnya. Ah, bibirnya.. batin Cal lagi. Ia ingin menyentuh senyuman itu. Ia ingin gadis itu tersenyum padanya lagi. Ia ingin..
“Apa yang akan kau lakukan?!” pekik gadis itu ketika menoleh padanya.
Ah, sialan! Apa yang kulakukan?!
Cal berdiri. Cal baru menyadari bahwa wajahnya sangat dekat dengan Thal. Hanya Tiga jari lagi Cal mungkin menyentuh bibir gadis itu.
Thal segera berdiri. Kaget sekaligus kesal pada lelaki itu. Kenapa posisinya seperti itu? Apa dia mau menciumku?
“I’m Sorry, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku..”
“Enough,” kata Thal dengan nada yang tegas dan volume suara yang sedikit dinaikkan.
“lupakan saja.” Katanya lagi.
“Kau,” Cal berdeham sejenak.
“kau mau pulang? Ayo kuantar.”
Thal mengangguk.
Mereka berjalan menyusuri padang ilalang. Lalu masuk kedalam mobil. Mereka pun melaju dengan kecepatan cepat menuju Queensway, tempat tinggal Thal. Karena Thal ingin pulang. Tapi, Thal merasa aneh dengan arah yang ditempuh sekarang. Ia tahu arah ini berlawanan dengan arah ke Queensway. Tapi ia tetap diam saja karena sedikit canggung karena kejadian tadi.
Mereka melewati Chancery Lane, lalu St. Paul’s. Alih-alih Thal tahu kemana arah ini. Thames river. Setelah berbelok ke arah kanan, terpampang sudah pemandangan sungai terbesar di England. Dan tentunya…London Bridge.
Cal mematikan AC mobil, lalu membuka atap mobilnya. Ia juga menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Kini angin senja menerpa mereka. Mata Thal terpaku pada pemandangan di sebelah kirinya. Ia terpana. Sunset.
Matahari memang tampak setengahnya, dan warna jingga keemasan menghiasi langit. Melukiskan horizon yang indah. Bukan hanya itu saja, bayangan keindahan itu juga tertampak di permukaan sungai Thames. Sungai agung itu memantulkan warna jingga yang mengilap. Beberapa perahu kecil juga tampak di sana. Angin lembut menyambut. Thal menghirupnya sangat dalam. Suasana sore yang indah…
“Kau senang melihatnya?” Tanya Cal memecah keheningan diantara mereka.
Thal tersenyum lebar.
“Seleramu bagus untuk memilih tempat seperti ini.”
Cal menggeleng sambil membalas senyuman.
“Orang sepertiku membutuhkan suasana seperti ini.” Katanya sambil mengangkat bahu.
Thal mengangguk. Setuju. Cal yang artis sekaligus vokalis terkenal memang tidak punya banyak waktu untuk mendapati waktu seperti ini.
Hari semakin gelap. Mereka memutuskan untuk segera mengistirahatkan diri. Apalagi Cal yang mengatakan bahwa sebenarnya ada acara talkshow esok hari. Sementara Thal mulai mengomel lagi. Ia bertanya bahwa mengapa sore ini Cal mengajaknya jalan-jalan sementara ada jadwal shooting esoknya. Seperti biasa mereka mulai bercakap-cakap lagi.
Sesampainya di Queensway, Thal segera turun dari mobil tersebut. Thal berdiri di dekat pagar rumahnya. Memandang Cal.
“Terimakasih untuk hari ini.” Gumam Thal sambil tersenyum.
“Never mind.”
Hening sejenak. Thal sibuk mencari kata-kata lain.
“Ada lagi yang ingin kau katakan?” Tanya Cal tiba-tiba.
Thal sedikit terhenyak.
“Itu saja.” Katanya singkat.
Cal mengangguk. Lalu melambaikan tangan. Thal membalas dengan senyuman seraya melambaikan tangan. Lalu ia memandang mobil Cal yang melaju cepat dan menghilang dari pandangan.
Thal sedikit merasa menyesal karena hanya mengatakan “Terimakasih untuk hari ini.”. Ya ampun.. seharusnya ada kalimat lain yang lebih baik. Kenapa ia harus mengatakan dengan kalimat standar seperti itu? Ia juga tak tahu. Apa seharusnya ia mengatakan “Terimakasih karena kau telah menunjukan hal-hal indah hari ini.” ?? Ah.. Dramatis sekali.
Mungkin tadi itu kalimat yang aman. Jangan sampai Cal menyangka yang tidak-tidak. Ingat, Thal, dirimu dan Cal hanya baru kenal beberapa hari ini. Bahkan, sebulan pun tidak. Masih banyak yang perlu dipikirkan, selain artis terkenal itu. Yah..walaupun Thal mengakui bahwa perjalanan hari ini cukup mengesankan baginya.
Aahh…Teringat Sunset lagi.
£££